Berita


RANGKA DASAR ITU ADALAH PENANAMAN AQIDAH (2)

Oleh : Ummu Ahya

Keyakinan adalah aspek yang pertama kali ditekankan dalam kehidupan manusia karena menjadi standar yang akan mengarahkan suatu perbuatan. Kata yang dalam Bahasa Inggris-nya belief ini memiliki arti suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu benar.
Di awal pencarian kebenaran tentang tuhannya, Nabi Ibrahim meyakini bahwa patung-patung yang dibuat ayahnya adalah tuhan, tapi ternyata keyakinan itu salah. Selanjutnya keyakinan itu berganti bahwa bintanglah tuhan, lalu bulan, matahari dan seterusnya. Dan keyakinan-keyakinan itu pun dianggap salah karena tidak mungkin tuhan akan menghilang. Rasa ingin tahu itulah yang mendorong Nabi Ibrahim terus mencari tahu hingga akhirnya mendapatkan kesimpulan dan meyakini, bahwa Tuhanlah yang menjadikan manusia berakal hingga bisa membuat patung-patung, Tuhanlah yang memunculkan dan menenggelamkan benda-benda langit yang sempat diyakininya sebagai tuhan, tuhanlah yang menciptakan alam semesta, termasuk menciptakan dan memberi kehidupan bagi manusia.
Inilah keyakinan yang dibangun atas dasar pertanyaan-pertanyaan tentang apa, bagaimana, dan untuk apa. Dari konsepsi inilah Nabi Ibrahim melakukan pengamatan terhadap objek yang riil di hadapannya, pengetahuannya terus digali, hingga akhirnya turunlah sumber wahyu yang mengantarkannya pada konsepsi kebenaran mutlak tentang siapa Tuhan yang sebenarnya,
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (Al An’am:79)
Kisah ini menjadi bagian penting kaitannya dengan keyakinan atau dalam agama Islam lebih sering menyebutnya dengan tauhid atau aqidah. Dan aqidah adalah pondasi untuk membangun amal-amal yang lainnya. Masih dalam konteks agama Islam, saat Nabi menyebarkan ajarannya, maka yang pertama diseru adalah meluruskan dan meneguhkan tauhid. Dan proses ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Proses ini diawali dengan periode Makkah selama tiga belas tahun lalu berpindah ke Madinah selama sepuluh tahun. Selama dua puluh tiga tahun Nabi berdakwah mengajak umatnya untuk meluruskan keyakinanannya semata-mata hanya Allah.
Dan kaitannya dengan dunia pendidikan, di sinilah letak pentingnya keyakinan yang bernama tauhid, sejauhmana pendidik mampu mengajarkan siapa manusia sebenarnya, bagaimana menciptakan, dana apa tujuan sebenarnya diciptakan manusia?
Semata-mata hanya makhluk yang diciptakan dari sari pati tanah, dari air mani yang dianggap najis sehingga siapapun yang mengeluarkan mani itu harus segera bersuci, keberadaannya tidak lain hanya untuk mengabdi, menyembah, dan beribadah semata-mata pada Allah dan menjaga kemurniaan keyakinannya. Dengan mengetahui, memamahami, dan melaksanakan perintah-perintah itulah seorang manusia, diantaranya adalah pendidik dan peserta didik ini diharapkan mampu menjadi bagian dari generasi yang kelak diselamatkan dan diberi nikmat seperti disebutkan dalam ayat berikut,
وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا
“Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa': 69)
Lalu apa hubungan dengan pandemi hari ini? Mengapa keyakinan dalam beragama menjadi bagian penting yang harus disiapkan?
Covid, pandemi, daring, PJJ, dan istilah-istilah berkenaan dengan ujian hari ini rasanya bukan hal yang lagi menjadi momok. Di awal penyebarannya, eskalasi ketakutan dan kecemasan masyarakat sangat tinggi, stress meningkat, angka perceraian meningkat, kematian tidak bisa dihitung lagi dengan jari, tapi hari ini penyikapan itu telah berubah. Kehati-hatian, kepatuhan terhadap prokes, dan upaya-upaya lain tetap dilakukan, namun ‘kepasrahan’ juga mulai terlihat. Pasrah untuk menerima bahwa wabah ini adalah bagian dari ketetapan Allah, soal ada isu-isu yang menggiring pada konspirasi global atau lainnya itu bukan wilayah dunia pendidikan.
Agenda besar dunia pendidikan dititkberatkan bagaimana tugas pendidikan tetap berjalan dan target yang ditetapkan bisa tercapai, bagaimana peserta didik tetap memiliki semangat belajar, dan bagaimana menyiapkan pembelajaran pada saat online maupun offline kedepannya. Satu hal penting lagi adalah bagaimana peserta didik mampu menyikapi makna pandemi hari ini. Inilah kaitannya dengan tauhid.
Ujian adalah sunah dalam kehidupan. Sebagaimana anak sekolah, apsti akan dihadapakan dengan evaluasi baik yang sifatnya fromatif maupun sumatif, mulai dari Penilaian Harian, Penilaian Tengah Semester, Penilaian Akhir Semester, dan seterusnya. Ini adalah proses untuk mengevaluasi pembelajaran, bahkan menjadi standar penentuan apakah bisa naik ke tingkat berikutnya atau tetap tinggal kelas. Inilah urgensi ujian. Begitupun dengan kondisi hari ini, bagi umat Islam dan orang-orang beriman, pandemic adalah bagian dari etape ujian manusia untuk menaikan derajat menjadi lebih baik dari sebelumnya..
Bagaimana jika keyakinan akan kebenaran takdir Tuhan itu tidak ada?
Musibah bagi orang yang tidak memiliki keyakinan terhadap ketetapan Tuhannya dianggap sebagai petaka dunia, bentuk ketidakadilan, bentuk ketidak cintaan, bentuk ketidakmampuan pemerintah untuk mengatasinya dan persepsi-persepsi jelek lain. Ketidakberdayaan dan ketidakmauan mereka menerima musibah itulah yang melahirkan stress, meningkat menjadi mental breakdown, dan berujung pada bunuh diri jika sudah merasa tidak mampu.
Disinilah letak pentinya aqidah, dan ini harus ditanamkan pada siswa tidak saja hari ini tapi nanti pada saat diizinkan untuk tatap muka. Untuk apa? Tentunya untuk menumbuhkan rasa syukur atas nikmat dipanjangkannya usia, masih bisa bertemu dengan guru dan teman-teman, masih bisa belajar, bisa melakukan kegiatan bersama, dan lainnya. Dan sekali lagi aqidahlah aspek yang akan mendasari aspek-aspek yang lainnya, jika aqidah orang tua, guru, dan siswa kokoh, maka kerangka bangun pembelajaran ke depan akan kokok pula. Wallahu a'lam bish shawab



Kalender


Mei 2025

Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31

Kalender Akademik